Whatever You Wanna Call It

Looking back in the past year there's so much things happened. Mungkin kalau memang harus digambarkan dalam satu kata tahun ini sangat lekat dengan satu kata "numb" kenapa? Terlalu sulit untuk dijelaskan, karna terlalu campur aduk apa yang gue alami tahun ini. Mulai dari kehilangan, ditinggalkan, dilupakan, sampai gue mencapai satu titik dimana gue merasa tidak percaya lagi sama diri gue sendiri. Yap, miris memang ketika di akhir tahun ini begitu banyak orang yang akhirnya datang dan membuka mata gue akan kemampuan gue sendiri dan gue justru malah tenggelam dalam beribu pertanyaan depresif yang bahkan seharusnya tidak patut untuk hanya sekedar terlintas di pikiran gue. Gue masih bisa melakukan banyak hal kok (thankfully) tapi mungkin nggak setotalitas biasanya, you know I always have this kind of thoughts where I should give my best in everything and pour all my soul in whatever I'm doing. Mungkin orang lain masih bisa melihat gue melakukan semuanya secara total, tapi nggak untuk gue. Terpenjara rasanya melakukan sesuatu dimana gue nggak bisa mengerahkan seluruh daya dan upaya karna keraguan-keraguan yang nggak pernah terjawab, sumber semangat yang menghilang, dan tekanan yang datang. Terlebih cuma gue sendiri yang tau kalo gue bisa melakukan lebih dari apa yang sudah gue lakukan. Why didn't I push harder? I did and it hurts. I woke up everyday feeling confuse with no spirit, missing everyone who once enter my life and leave, most of all missing my old self with all the spirit every morning, all ideas and energy that I once had. Sempat berfikir mungkin cuma karna kurang istirahat, but if I really look back in time sesungguhnya apa yang gue kerjakaan bukan suatu hal yang sangat melelahkan yang membutuhkan istirahat panjang setelahnya dan kalau mau dipikirkan lagi apa yang gue kerjakan masih jauh lebih ringan dibanding orang-orang sekitar. Nggak pantes rasanya mau mengeluh.

Sebelum menulis ini gue baca-baca komentar orang-orang di blog ini. Ada satu komentar dari seorang teman dalam satu post yang menyebut post gue belakangan terlalu depresif, tanpa semangat, dan dia meminta gue untuk mengembalikan semangat serta keceriaan gue (thank you, you know who you are, I really appreciate what you did there) yes, that comment makes me think twice of what had happened this year. Too much. Mungkin itu yang akhirnya membuat gue lebih memilih "numb" untuk mendeskripsikan tahun ini. Tahun yang membuat gue merasa sedikit tersesat atau jalan menjadi sedikit gelap, maka gue harus sedikit meraba dindingnya yang penuh semak belukar. Tahun ini, lewat banyak kejadian pahit gue belajar tentang diri gue sendiri, bukan tentang orang lain. Untuk diri gue sendiri gue belajar untuk akhirnya menyadari bahwa energi tidak selalu datang dari orang-orang yang berkirim "semangat ya" di chat atau orang yang selalu berkata "hati-hati ya" ketika gue au pulang namum bisa gue pertanyakan ketulusanya. Malah, energi datang dari orang-orang yang dalam diam selalu memperhatikan, orang-orang yang tenggelam dalam hiruk pikuk sampai tidak terlihat namum selalu terlontar senyum tulus, orang-orang yang tidak hanya bersiul lewat media sosial namum juga menciptakan percakapan fisik dengan sumringah. Dan gue begitu sadar akan mereka-mereka yang memiliki energi kuat untuk gue itu telah pergi. Baik pergi secara fisik dan jiwa, atau pergi tergantikan oleh jiwa mereka yang baru, yang mereka sebut perubahan positif, perubahan mandiri. Untuk mereka yang jiwanya telah tergantikan, gue akan selalu berusaha disini mempertahankan diri disini tanpa maju atau mundur untuk nantinya pada suatu saat kalian kembali, gue akan dengan terbuka membuka tangan untuk memberi peluk terhangat. Ya, semoga kalian baik-baik dengan mereka yang baru.

"you never realize how lonely you are until it's the end of the day and you got a bunch of stuff to talk about and no one to tell it to" pagi ini quote itu terasa menampar gue, betapa selama ini gue merasakan hal itu. Mungkin itu sebabnya gue merasa bingung apa yang sebenarnya gue mau, gue rasakan. Terlalu banyak yang sudah gue tumpuk, gue simpan rapi dari banyak orang yang mungkin tanpa gue sadari membusuk dan membuat gue jadi "orang tanpa perasaan" Betapa sebenarnya gue tidak lagi merasa ada orang yang benar-benar bisa gue ajak bicara baik serius maupun tidak. Dan gue sudah terlalu muak untuk mencari siapa orang itu, gue sudah terlalu lelah dengan orang-orang yang ternyata punya banyak muka. Tapi gue selalu percaya orang itu akan datang, entah kapan, tapi pasti datang, mungkin gue belum cukup bersabar untuk kedatanganya maka gue harus lebih sabar. I always trust a saying "sesungguhnya tidak ada batasan bagi kesabaran"

Post ini memang terlalu depresif, but I gotta stay true to myself. Ada hal-hal yang hanya bisa gue keluarkan ketika sedang sedih atau sangat bingung seperti sekarang. Halaman blog ini putih, diam, dan paling ikhlas ditulisi hal-hal sampah. Beside, nggak akan terlalu banyak orang yang berkomentar.



Kepada hari depan, aku ingin tetap berharap
Tapi apa aku pantas?
Apa harap masih berada di sisiku?
Kepada hari depan, aku ingin terang.
Tapi apa masih ada sumber cahaya?
Di hari depan, pada beribu aksara lalu yang kutulis.
Semoga beribu aksara yang akan aku tuang di depan lebih indah.
Kepada aksaraku yang lalu, kalian tidak bersuara tapi kalian makna.
Beribu aksara lalu, iringilah aku dalam doa.
Hari depan, semoga kamu baik sampai aku ada.
Hari depan, genggamlah aku dalam gelora semangat.
Aksara hari depan, tunggu aku.


RFS

Comments